Selasa, 27 Desember 2011

makalah TBM kelompok 7


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Sebagaimana sudah dinyatakan, tidak setiap pengetahuan dapat dipindahkan dengan mudah dari otak seorang gguru ke dalam otak murid-muridnya. Hanya dengan usaha keras tanpa mengenal lelah dari siswa sendirilah suatu pengetahuan dapat dibangun dan diorganisasikan ke dalam kerangka kognitif si siswa tadi. Suatu pengetahuan yang akan disajikan guru dapat diibaratkan dengan makanan yang akan disajikan seorang koki. Makanan itu tidak akan pernah dicerna dan penggetahuan tidak akan pernah dibangun ke dalam kerangka kognitif mereka jika mereka sendiri sama sekali tidak terarik untuk mencerna dan mempelajarinya. Agar suatu proses pembelajaran dapat berhasil dengan gemilang, para guru harus harus dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa setiap siswanya dalam keadaan aktif belajar. Untuk itu, ia harus menegur dan memotivasi para siswa yang kurang bergairah, membimbing dan membantu para siswa yang mengalami kesulitan dengan penuh kasih sayang, serta memberi tugas yang lebih menantang bagi para siswa yang lebih cepat. Suatu pengetahuan yang baru akan selalu didasarkan pada pengetahuan yang sudah ada di dalam kerangka kognitif siswa. Mengukur, menganalisis  serta mengkaji jauh lebih rinci dan mendetail itu disebut telaah.
Dalam pembahasan kami yaitu TELAAH MATEMATIKA SMP. jadi  materi kami akan menalaah matematika smp










B.     RUMUSAN MASALAH
1.   Bagaimana implikasi konstruktivisme terhadap proses belajar?
2.   Bagaimana bentuk implikasi konstruktivisme terhadap proses mengajar?  
3.   Apa hubungan konstruktivisme dengan teori belajar lain?
4.   Apa ciri-ciri pembelajaran secara konstuktivisme?
5.   Bagaimana prinsip-prinsip konstruktivisme?


C.     TUJUAN
Konstruktivisme memberi aplikasi tertentu dalam proses pembelajaran. Maka dari itu  pada pembahasan makalah kami ini,  kami akan menguraikan beberapa   implikasi aliran ini terhadap proses belajar mengajar.
















BAB II
PEMBAHASAN
Teori Belajar Konstruktivisme

“The Most Important Single Factor Influencing Learning Is What The Learner Alrready Knows”
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan. Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang modern. Dari keterangan tersebut dapatlah ditarik keesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadapa manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
            Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
ü      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
ü      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
ü      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
ü      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar baggaiman belajar itu.

A.      IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES BELAJAR
1)      Makna Belajar
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan arti sebuah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
a.       Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b.      Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
c.       Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d.      Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
e.       Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan.
f.        Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui pelajar konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul Suparno 2001:61).
2)      Peran Pelajar
Bagi kaum konstrutivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri apa yang mereka pelajari. Pelajar sendirilah yang bertanggungjawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui serta menyelesaikan ketegangan antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru (Paul Suparno, 2001:62).

            Belajar merupakan proses organik untuk menemukan sesuatu bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka. Pengertian yang berbeda. Pelajar harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain-lain untuk membentuk konstruksi yang baru. Pelajar harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membentuk sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Menurut Fosnot (1989) dalam Paul Suparno (2001:62) belajar berarti terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses selalu memperbaiki tingkat pemikiran yang tidak lengkap.

B.     IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME TERHADAP PROSES MENGAJAR
1)       Makna Mengajar
Bagi kaum konstruktivis menurut Bettencourt (1989) dalam Paul Suparno(2001:65) mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
2)   Fungsi dan Peran Pelajar
Pengajar sebagai mediator dan fasilitator, menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
a.       Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian. Oleh karena itu jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
b.      Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keigintahuan murid dan membantu mereka mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik.
c.       Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran murid jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid (Paul Suparno, 2001:66).

            Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar yaitu:
a.       Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan
b.      Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga sungguh terlibat.
c.       Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.
d.      Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
e.       Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir bedasarkan pengandaian yang tidak diterima guru (Paul Suparno, 2001: 66).


C. HUBUNGAN KONSTRUKTIVISME DENGAN TEORI BELAJAR LAIN
Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.


  1. Teori Belajar Konsep
Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan.
2.      Teori Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
3.      Teori Skema
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.
4.      Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme
Bila Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam.
Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah–langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif sibelajar. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang lengkap. Menurut Konstruktivisme, bila seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua akan tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka.

D.     CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
1.      Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
2.      Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.      Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
4.      Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
5.      Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
6.      Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
7.      Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.      Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.

E.       PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
  1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
  2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
  3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
  4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
  5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
  6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
  7. Mmencari dan menilai pendapat siswa
  8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

F.      HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENURUT TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kcil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
a.       peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
b.      membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
c.       mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Teori  belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

G. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME
1)      Kelebihan
a.       Berfikir
Alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
b.      Faham
Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
c.       Ingat
Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d.      Kemahiran sosial
Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.


e.       Seronok
Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

2)       Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

H.     PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si pelajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.      Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.      Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.      Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
4.      Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5.      Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.








































BAB III
PENUTUP

Suatu pengetahuan akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa ketika ia berusaha untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada pengetahuan yang sudah ia miliki. Oleh karena itu, suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak seorang guru dengan begitu saja ke dalam otak siswa. Untuk itu, para siswa harus termotivasi untuk mau belajar dengan sungguh-sungguh. Di samping itu, kesalahan yang sering dilakukan para siswa harus diperbaiki sejak dini karena tindakan pencegahan akan jauh lebih berhasil daripada tindakan penyembuhan. Sebagai tambahan, proses pembelajaran harus dimulai dari pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran siswa (sudah ada kerangka kognitifnya) ataupun mudah ditangkap siswa (sudah dibangun kerangka kognitifnya).









DAFTAR PUSTAKA
*      Bodner, G.M. (1986). Constructivism: A theory of knowlwdge. Journal of Chemical Education. Vol. 63(10) pp.0873-878.
*      Shadiq, Fadjar (1991). Belajar dari kesalahan siswa untuk menjadi guru berpengalaman. Jakarta: Suara Guru. No. 6. pp.13-14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar