Selasa, 27 Desember 2011

makalah TBM kelompok 1


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
            Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, mewujudkan dan membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Seorang pendidik harus mengerti dan memahami setiap karakter  peserta didiknya. Tujuannya agar terjalin interaksi edukatif yang sehat. Oleh karena itu, seorang pendidik harus memahami beberapa teori belajar yang akan digunakan di depan kelas. Etos akademis yang dimiliki pendidik akan berefek pada etos akademis para peserta didik. Artinya, pendidik adalah pemegang tombak kemana tombak itu akan diarahkan. Begitu pentingnya penguasaan sebuah teori belajar yang akan menentukan titik akhir berhasilnya pengetahuan diserap oleh peserta didik. Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Seseorang dapat dikatakan telah belajar apabila telah menunjukan perubahan tingkah laku. Banyak kita temui kecenderungan-kecenderungan negative yang dialami peserta didik mengenai apa yang telah mereka pelajari tidak tercemin dalam kehidupan nyata. Misalnya, mencuri itu haram tetap saja ada yang melakukan. Belum timbulnya kesadaran keilmuwan dikalangan peserta didik adalah motivasi terbesar bagi pendidik untuk membina dan mengarahkannya kepada hakikat tujuan pendidikan itu sendiri.   

B.     Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah belajar itu menurut teori behavioristik ?
2.      Bagaimana mengaplikasikan teori behavioristik dalam pembelajaran di kelas ?
3.      Apakah teori behavioristik itu sesuai dengan konsep dan ruang lingkup pendidikan Islam ?

C.     Tujuan
            Menurut rumusan masalah di atas dapat dijabarkan beberapa tujuan pokok penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Mengetahui dan memahami makna belajar menurut teori behavioristik.
2.      Mengetahui cara mengaplikasikan teori behavioristik dalam pembelajaran di kelas.
3.      Memperoleh perbandingan konsep antara teori behavioristik dan pendidikan Islam.

D.    Manfaat
            Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Mendapatkan pengetahuan mengenai makna belajar menurut teori behavioristik.
2.      Memperoleh kelengkapan metode atau cara mengaplikasikan teori behavioristik.
3.      Mampu membandingkan konsep dalam teori behavioristik dengan pendidikan Islam.
 








BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Belajar menurut Teori Behavioristik
            Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner. Menurut teori behavioristik Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
       Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

B.                                     Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
            Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
            Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.  Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
            Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
                Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

C.     Perbandingan Konsep antara Teori Behavioristik dan Konsep Pendidikan Islam
a.)    Konsep Teori Behavioristik
            Pada hakikatnya teori behavioristik menitik beratkan pada pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka. menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
            Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
            Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng, 2006).

b.)            Konsep Pendidikan Islam
            Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang konsep pendidikan Islam maka terlebih dahulu kita harus memaknai pengertian dasar “pendidikan” dan “Islam”. Kata “pendidikan” dalam bahasa Arab disebut Al-Tarbiyah berasal dari kata “robba-yarubbi-tarbiyyatun” yang berarti tumbuh dan berkembang. Ahmad Warson di dalam analaisanya mengemukakan bahwa tarbiyah berarti namaa, wazaada atau tumbuh dan bertambah.  Selanjutnya menurut Ibnu Manzhur yang pernah merekam bentuk tarbiyah bersama bentuk lain, dari akar kata “roba” dan “robba” yang maknanya sama dengan akar kata “ghodza” dan “ghodwa” yang maknanya menurut al-jauhari berarti member makan, memelihara dan mengasuh.
            Menurut Muhammad Al-Naquib al-Attas kata tarbiyyah pada dasarnya mengandung arti mengasuh, menanggung, member makan, mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang, dan menjinakkan. Jika ndalam konteks Islam adalah sesuatu yang khusus hanya untuk manusia, maka kesemuanya itu merupakan bukan pekerjaan mendidik bagi manusia dan bukan merupakan unsure bawaan konsep tarbiyyah dalam konotasinya yang sekarang. Istilah tarbiyyah dalam konotasinya yang sekarang merupakan istilah yang relatif baru yang ingin mengaitkan dirinya dengan pemikiran modern. Ungkapan pendidikan tersebut tanpa memperhatikan sifat yang sebenarnya, karena mirip dengan makna pendidikan dalam istilah education menurut artian orang Barat yang secara konseptual diartikan proses menghasilkan dan mengembangkan. Pengertian disini mengacu pada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material. Kendatipun diakui pula bahwa latihan-latihan intelektual dan moral telah tercakup di dalam education dan merupakan suatu tambahan yang dikembangkan dari spekulasi filosofis tentang etika, yang disesuiakan dengan tujuan fisik dan material yang berhubungan dengan manusia sekuler, masyarakat dan negaranya. Beberapa contoh ayat-ayat Al-qur’an yang berhubungan dengan kata tarbiyyah dalam firman Allah yang artinya:
Artinya : Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
            Ciri khas pendidikan Islam meliputi : 1. Tujuannya membentuk individu yang bercorak diri tertinggi menurut ukuran Allah SWT, 2. Isi pendidikannya: ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya ke dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan Muhammad SAW. Dari sini diharapkan peserta didik mampu memiliki corak tertinggi dengan kemampuan akal yang besar yang mampu memberikan kejelasan tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan menggali isi Al-Qur’an. Di dalam pendidikan Islam ditanam keseimbangan antara intelektual, emosi, dan spiritual secara mendalam dengan tujuan pokok mengenali dirinya sehingga mampu mengenali Allah SWT.



BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan
       Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan: Implikasi pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran dalam dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan. Antara pendidikan, pembelajaran dan pengajaran saling terkait. Pendidikan akan dapat mencapai tujuan jika pembelajaran bermakna dengan pengajaran yang tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan mencapai tujuan jika pembelajaran tidak bermakna dengan pengajaran yang tidak tepat.Implikasi prinsip-prinsip pembelajaran dalam proses belajar pembelajaran diantaranya guru dapat memusatkan perhatian siswa, memberi motivasi, menciptakan suasana belajar yang mengaktifkan siswa, mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran, mengulang pelajaran, memberi penguatan, dan memperhatian aspek-aspek lain seperti perbedaan individu siswa. Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dsb. Teori kognitif, pembelajaran lebih dititik beratkan pada perolehan pengetahuan oleh siswa, guru membimbing siswa untuk memiliki pengetahuan yang hendak dituju. Sedangkan aliran humanistik pembelajaran yang memanusiakan manusia. Guru mengakui siswa sebagai individu yang punya kemampuan dan harga diri. Ciri khas pendidikan Islam meliputi : 1. Tujuannya membentuk individu yang bercorak diri tertinggi menurut ukuran Allah SWT, 2. Isi pendidikannya: ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya ke dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan Muhammad SAW.

B.       Saran
       Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai.









DAFTAR PUSTAKA


Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Salim, Agus dkk. 2004. Indonesia Belajarlah. Semarang: Gerbang Madani Indonesia.
Djumransyah.2007.Pendidikan Islam.Malang:UIN-Malang Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar