Selasa, 27 Desember 2011

makalah TBM kelompok 11


TEORI BELAJAR SIBERNETIK

A.PENDAHULUAN
Abstract
    Tujuan penelitian ini pertama, untuk mengetahui tahap-tahap penyelesaikan aplikasi integral tertentu dalam matakuliah matematika teknik yang dibangun dari teori belajar sibernetik, kedua untuk mengetahui divergensi dari soal-soal aplikasi integral tertentu dalam matakuliah matematika teknik dan ketiga adalah untuk mengetahui apakah implementasi teori belajar sibernetik dalam pembelajaran matakuliah matematika teknik dapat meningkatkan prestasi hasil belajar mahasiswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang melibatkan dua kelompok belajar, satu kelompok dikenakan perlakuan sedangkan kelompok yang lain sebagai kelompok control. Kelompok perlakuan diberi pembelajaran dengan teori sibernetika sedangkan kelompok control diberi pelajaran biasa. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang tergabung dalam 2 kelompok belajar yang menempuh matakuliah matematika teknik, yaitu kelompok pada kelas B dan D Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2008. Jumlah mahasiswa dalam kelas B adalah 32 sebagai kelompok perlakuan sedangkan dalam kelas D adalah 49 sebagai kelompok kontrol. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara purposive dan semua mahasiswa dalam populasi dijadikan sampel penelitian, jadi dalam penelitian ini termasuk penelitian populasi. Data dalam penelitian ini diambil dengan instrumen tes matakuliah matematika teknik yang berjumlah 5 butir berisi soal-soal aplikasi integral tertentu meliputi perhitungan luas bidang, panjang busur, luas benda putar, momen inersia dan tekanan zat cair. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara kualitatif yaitu melihat rerata skor yang diperoleh kedua kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama ada 7 tahap dalam penyelesaian soal aplikasi integral tertentu, kedua divergensi dalam soal matematika teknik dapat dilakukan dengan mengubah konstanta, fungsi integrand, posisi benda dan variabel yang digunakan, ketiga bahwa pembelajaran dengan teori belajar sibernetika dapat meningkatkan hasil prestasi belajar mahasiswa dalam matakuliah matematika teknik. Rerata skor yang diperoleh kelompok perlakuan dalam kelas B adalah 186,875, sedangkan rerata skor yang diperoleh kelompok control dalam kelas D adalah 152,857. Dari perbandingan kedua rerata tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diberi perlakuan pembelajaran dengan teori sibernetika ternyata lebih baik dari kelompok control.
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan seseorang, diperlukan pijakan teori agar apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur maupun siapa saja yang berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan baik. Ada dua pijakan teori yang dapat dijadikan pegangan agar pembelajaran berhasil dengan baik. Kedua teori tersebut adalah teori belajar yang bersifat deskriptif. Teori ini memberikan bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar. Teori belajar yang banyak diterapkan oleh para ahli pembelajaran itu meliputi teori behavioristik, teori kognitivistik, teori humanistik, dan teori belajar sibernatik. Semua teori belajar tersebut memiliki aplikasi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran. Demikian juga halnya dengan teori belajar sibernatik sebagaiman akan dipaparkan oleh penyusun dalam makalah ini.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan teori sibernatik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti pengertian belajar menurut teori sibernatik, aliran-aliran sibernatik, aplikasi teori belajar sibernetik, implementasi teori sibernatik dalam pembelajaran. Kegiatan makalah ini diakhiri dengan memaparkan keunggulan dan kelemahan teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
     Makalah ini bertujuan kepada semua pendidik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkaji hakekat belajar menurut teori sibernetik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.

B.PEMBAHASAN
a.Pengertian teori belajar sibernetik
    Teori sebernetik merupakan teori belajar yang paling baru dibandingkan dengan teori – teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sebernetik belajar adalah pemprosesan informasi. Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan tersebut. Teori sebernetik beramsumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori ini telah dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendekatan – pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson,bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi – informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
    Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi, sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda beda.
b.Kelebihan Teori Sibernetik
1.       Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.       Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.       Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.       Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
5.       Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.       Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
7.       Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
c. Kelemahan Teori Sibernetik     
Ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar, , sedangkan bagaimana proses belajar berlangsung sangat ditentukan oleh system informasi tersebut. Selain itu teori ini tidak membahas proses belajar secara langsung sehingga hal ini menyulitkan penerapannya. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah informasi yang akan dipelajari, pemikir, dan pencipta. Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi. Teori aliran ini tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan.
Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini. Pada akhirnya, masing-masing aliran teori belajar ini mengandung keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahannya sendiri yang harus kita ketahui untuk dapat mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan belajar yang lain sehingga dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.
d. Aplikasi teori belajar sibernetik                                                                                              
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi Dalam dunia pendidikan, dikenal beberapa teori pembelajaran, dari teori tersebut dijadikan sebagai pijakan dalam penerapan pembelajaran di ruang-ruang pendidikan di berbagai negara. Sebelumnya banyak orang meyakini bahwa pembelajaran merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari yang belum mengenal apa dan bagaimana melakukan sesuatu menjadi mengerti terhadap apa dan bagaimana yang harus diperlakukan sesuatu tersebut.
Dalam pemahaman ini yang terpenting adalah input (masukan) berupa stimulus dan output (keluaran) berupa respon. Yang selanjutnya dikenal sebagai teori behavioristik. Sesuai namanya yang diambil dari kata behavior yang berarti tingkah laku, teori ini didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku peserta didik yang dapat diobservasi. Dengan kata lain, perubahan tingkah laku dalam teori ini dapat diukur dan perubahan yang dapat dilihat secara jelas. Seperti yang dikemukakan Simonson dan Thompson, behaviorism is based on the principle that instruction should be designed to produce observable and quantifiable behaviors in the learner (Behaviorisme didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran seharusnya didesain untuk menghasilkan tingkah laku pembelajar yang dapat diamati dan diukur).
Dalam perkembangan selanjutnya istilah ini menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa Teori belajar kognitif memandang peserta didik sebagai “sumber rencana, perhatian, tujuan, gagasan, ingatan, dan emosi yang secara aktif digunakan untuk memperhatikan, menyeleksi, dan membentuk makna dari stimulus dan pengetahuan dari pengalaman”. Menurut teori belajar kognitif belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan pada dirinya sendiri. Pengalaman dan pengetahuan tersebut tertata dalam bentuk struktur kognitif. Untuk itu, proses belajar yang baik adalah apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Misalnya peserta didik yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika guru memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan yang sudah ada di benak peserta didik dengan prinsip perkalian sebagai informasi baru, maka proses inilah yang disebut asimilasi.
Tetapi jika peserta didik diberi soal perkalian maka situasi ini disebut akomodasi yang dalam hal ini berarti pemakaian prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Menurut teori ini proses pembelajaran akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambungan) secara “klop” dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Seperti yang pernah dikemukan Piaget bahwa perkembangan intelektual sebagai produk dari adaptasi “Intelligence is an adaptation… life is a continuous creation of increasingly complex forms and a progressives balancing of these forms with the environment” (Kecerdasan adalah sebuah adaptasi… kehidupan dimaknai sebagai sebuah penciptaan yang berkelanjutan dari bentuk-bentuk kompleks yang terus bertambah dan keseimbangan kemajuan dari bentuk ini dengan lingkungan).
Senada dengan perkembangan teori-teori belajar lain, teori kognitifpun kini dianggap masih belum mewakili zaman saat ini. Ketika era teknologi mulai merebak dan merambah ke berbagai wilayah termasuk dalam dunia pendidikan, maka muncullah teori belajar baru bernama teori sibernetik. Teori ini relatif baru dengan teori-teori belajar yang lain. Menurut teori sibernetik, dijelaskan bahwa belajar adalah pengolahan informasi. Dalam teori sibernetik proses belajar memegang peranan penting, namun yang lebih penting lagi adalah pengolahan sistim informasi. Dengan kata lain, sistim informasi dipandang sangat memegang peranan penting dalam memudahkan penyampaian materi pembelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar manapun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua peserta didik, karena cara belajar sangat ditentukan oleh sistim informasi. Teori ini sangat relevan dan menjadi landasan pengembangan multimedia yang berkembang di dunia pendidikan.
Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak dikembangkan di antaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini, Reigeluth, Bunderson & Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan empat hal, yakni : pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing), rangkuman (summary), dan sintesis (synthesizing).
Menurut mereka, jika isi pelajaran ditata dengan menggunakan dari urutan umum ke rinci, maka materi pembelajaran pada tingkat umum akan menjadi kerangka untuk mengaitkan isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini sesuai dengan struktur representasi informasi di dalam long term memory, sehingga akan mempermudah proses penelusuran kembali informasi. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam strategi penataan materi pembelajaran, maka akan berfungsi untuk menunjukkan kepada pebelajar informasi yang perlu diberi perhatian, di samping itu juga menghemat kapasitas working memory.
Prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori belajar yang telah dikemukakan, banyak teraplikasi dalam pembelajaran dengan multimedia pembelajaran. Maka bukan hal yang aneh ketika banya multimedia pembelajaran hadir di ruang-ruang kelas. Hal ini karena dianggap multimedia baik berupa cd (Compac disk, dll) reperensentasi dari berbagai teori belajar lainya termasuk behavioristik dan kognitif.
Penerapan pada teori behavioristik, terlihat jelas dari pemberian stimulus pada peserta didik (user) dalam menggunakan multimedia semisal dengan cara membuka program, memilih menu materi, mengejakan latihan, dsbnya. Sedangkan aplikasi teori belajar kognitif dalam multimedia pembelajaran yang akan dikembangkan pada perolehan pengetahuan baru yang didesain secara khusus bagi peserta didik. Pengetahuan lama akan diperkuat oleh pengetahuan baru tersebut sehingga dapat berkesinambungan dan klop.
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam multimedia sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi, peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu IT yang di dapat dengan cara menggunakan multimedia pembelajaran. Serta juga dengan penataan sistim informasi dari materi yang akan disajikan pada peserta didik, dan dapat di peroleh secara lengkap.
Dengan multimedia pembelajaran, peserta didik dapat belajar sesuai kebutuhan, kecepatan, keluwesan, dan dapat memilih materi yang ingin di peroleh. Serta bisa digunakan secara individual dan dapat dilakukan secara berulang jika belum memahami pada materi tertentu. Disinilah terlihat keunggulan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, walau bagi sebagian orang masih dianggap lebih banyak madharat dari pada manfaat.
Aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran  yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irwan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.Menentukan materi pembelajaran
3.Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran
4.Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah    algoritmik atau heuristik)
5.Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system informasinya.
6.Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
e. Implementasi Teori Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
       Implementasinya, teori belajar sibernetik telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi ytang dikembangkan oleh Gage dan Berline, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.
 Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi, yaitu:
a.       Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan  dalam jumlah waktu tertentu.                  
b.      Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.       Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
 Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen. Komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa’’.
 Ketiga komponen tesebut adalah:
1.      Sensory Recoptor (SR)
       Sensory Recptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Warking Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory (LTM)
       Dalam Long Term Memory (LTM) diasumsikan:
1)Berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu
2)Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3)Sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau  hilang.
Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Asubel (1968) mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Berpijak pada kajian diatas, Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa pengetahuan ditata di dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang rinci.
       Proses pengelolaan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah
1.Menarik perhatian
2.Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3.Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4.Menyajikan bahan rangsanyan
5.Memberikan bimbingan belajar
6.Mendorong unjuk kerja
7.Memberikan balikan informative
8.Menilai unjuk kerja
9.Meningkatkan retensi dan alih belajar.
     Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik), pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada pengolahan informasi.

1.Landa
Landa merupakan salah seorang ahli Psikologi yang beraliran Sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama, disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan denga baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau dalam istilah yang lebih teknis yaitu sistem informasi yang endak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi keleluasaan siswa untukberimajinasidan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, biasanaya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu. Namun, utuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi (misalnya konsep “burung”), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyebar” (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan linier.
2. Pask dan Scott
       Ahli lain adalah yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh pask dan scott sama dengan pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term memory), ingatan jangka panjang (long term memory), dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh aliran Neurobiologis sangat terasa di sini. Namun, menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya car kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itu pun perlu diketahui.

C. PENUTUP
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Teori ini mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Oleh sebab itu, teori sibernatik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab caa belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Teori ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh aliran teori sibernetik anta lain Landa, Pask dan Scott berdasarkan konsepsi-konsepsinya. Konsepsi Landa dengan model pendekatan tipe serialist dan whoslist. Selanjutnya, teori sibernatik dipertegas melalui aplikasi teori pengelohan informasi dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mendeskripsikan adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian/urutan pembelajaran.


DATAR PUSTAKA

C.Asri, Budingsih. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY.

Hamzah B.Uno. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
          Bumi Aksara.

Internet, Teori Sibernetik, P.1 (tanggal 21 Desember 2008)

http://tujuhpemuda.multiply.com/yournal/item/3/teori-sibernetik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar