Selasa, 27 Desember 2011

makalah TBM kelompok 5


TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
        Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti Teori Belajar Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.
A.                       Teori Belajar Konsep
                   I.      Teori belajar konsep dan penerapannya di dalam kelas
         Hal yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada di dalam struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh. Jika keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi pondasi (building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah yang dijadikan dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan hal-hal lain yang ada keterkaitannya dengan apa yang harus dilakukan oleh individu.
         Definisi konsep menurut sebagian besar orang adalah sesuatu yang diterima dalam pikiran atau ide yang umum dan abstrak. Menurut salah satu ahli, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama (Croser, 1984).
Tujuh dimensi konsep menurut Flavell (1970) adalah:
1.   atribut
2.   struktur
3.   keabstrakan
4.   keinklusifan
5.   generalitas/keumuman
6.   ketepatan
7.   kekuatan atau power
                II.      Cara individu memperoleh konsep-konsep
                     Menurut teori Ausubel (1968), individu memperoleh konsep melalui dua cara, yaitu melalui formasi konsep dan asimilasi konsep. Formasi konsep menyangkut cara materi atau informasi diterima peserta didik. Formasi konsep diperoleh individu sebelum ia masuk sekolah, karena proses perkembangan konsep yang diperoleh semasa kecil termodifikasi oleh pengalaman sepanjang perkembangan individu. Formasi konsep merupakan proses pembentukan konsep secara induktif dan merupakan suatu bentuk belajar menemukan (discovery learning) melalui proses diskriminatif, abstraktif dan diferensiasi. Contoh pemerolehan konsep pada anak adalah ketika anak melihat benda atau orang yang ada di lingkungan terdekatnya. Misalnya, pada saat seorang anak yang baru berumur 2 tahun memanggil Bapak dan Ibunya pertama kali karena setiap hari Bapak dan Ibunya selalu bersama-sama anak tersebut. Anak menyebut diri yang memandikan dan meninabobokkan saat tidur adalah Ibu dan menggendong serta mengajaknya bermain adalah Bapak.
         Sedangkan asimilasi konsep menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Asimilasi konsep terjadi setelah anak mulai memasuki bangku sekolah. Asimilasi konsep ini terjadi secara deduktif. Biasanya anak diberi atribut sehingga mereka belajar konseptual, misalnya atribut dari gajah adalah hewan dan belalai. Dengan demikian anak dapat membedakan antara konsep gajah dengan hewan-hewan lain
             III.      Tingkat - tingkat pencapaian konsep
         Empat tingkat pencapaian konsep menurut Klausmeier (Dahar, 1996:88) adalah sebagai berikut:
Ø      Tingkat konkret
Pencapaian tingkat ini ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia kenal. Misalnya pada suatu saat anak bermain kelereng dan pada waktu yang lain dengan tempat yang berbeda ia menemukan lagi kelereng, lalu ia bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah kelereng maka anak tersebut sudah mencapai tingkat konkret. Dengan demikian dapat dikatakan juga anak mampu membedakan stimulus yang ada di lingkungannya terhadap kelereng tersebut. Pada saat ini anak sudah mampu menyimpan gambaran mental dalam struktur kognitifnya.
Ø      Tingkat identitas
Seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu objek setelah selang waktu tertentu, memiliki orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng dengan cara memainkannya, bukan hanya dengan melihatnya lagi.
Ø      Tingkat klasifikatori
Pada tingkat ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda tetapi dari kelas yang sama. Misalnya anak mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah.
Ø      Tingkat forma
Pada tingkat ini anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal.
              IV.      Hubungan teori belajar konsep dengan konstruktivisme
         Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
         Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengrtian” dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanya melainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.

B.                        Teori Bermakna Ausubel
I.       Biografi Ausubel
         David Ausubel adalah seorang fsikoloq Amerika yang melakukan kerja sarjana di Uiversity of Pennsylvanian (pra-kedokteran dan psikologi). Dia lulus dari sekolah kedokteran  di  Midldlesex University. Kemudian ia mendapat gelar Ph.D. dalam Developmental Psychology di Colombia University. Dia dipengaruhi oleh karya Piaget. Ia menjabat di fakultas beberapa universitas dan pensiun dari kehidupan akademik pada tahun 1973 dan memulai praktek di psikiatri. Dr. Ausubel menerbitkan beberapa buku dalam psikologi perkembangan dan pendidikan, dan lebih dari 150 artikel jurnal, ia dianugrahi Thorndike Award untuk “Terhormat Kontribusi Psikologi Pendidikan” oleh American Psycological Association (1976).
         Teori Ausubel adalah teori-teori yang sangat relevan bagi para pendidik, dianggap neobehaviorisb dilihat tidak memadai. Meskipun ia mengetahui bentuk-bentuk lain pembelajaran, karyanya terfokus pada pembelajaran verbal. Ia berurusan dengan hakikat makna, dan prcaya bahwa dunia luar yang berat hanya memperoleh seperti yang diubah menjadi isi kesadaran oleh peserta didik.
II.    Teori belajar bermakna menurut Ausubel
         Teori belajar Ausubel dikenal dengan nama Teori Belajar Bermakna. Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu:
1.   Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan.
2.   Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, makadalam hal ini terjadi belajar hafalan, dimana belajar menghapal dibutuhkan untuk memperoleh informasi baru seperti defenisi.
         Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
         inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran  yang baru dapat menghubungkan dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Langkah-langkah yang biasa digunakan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagia berikut:
ü      Advance organizer
ü      Progressive differensial
ü      Integrative reconciliation
ü      Consolidation

III.  Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (meaningful)
         Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
         Ausubel juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu:
a.     Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial,
b.     Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
         Lebih lanjut Ausubel mengatakan ada tiga  kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:
1.     Informasi yang dipelajari secara lebih lama dapat diingat,
2.     Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk  materi pelajaran yang mirip,
3.     Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun terjadi lupa.
         Teori Ausubel berkaitan dengan bagaimana individu belajar bermakna dalam jumlah besar bahan dari verbal/tekstual presentasi dalam lingkungan sekolah (berbeda dengan teori-teori dikembangkan dalam konteks percobaan laboratorium). Menurut Ausubel proses utama dalam belajar adalah dimana materi baru terkait dengan gagasan-gagasan yang relevan dalam struktur kognitif yang ada pada sebuah substantive, kata demi kata non-dasar. Struktur kognitif mewakili residu dari semua pengalaman belajar, lupa terjadi karena rincian tertentu mendapatkan terintegrasi dan kehilangan identitas masing-masing.
         Ausubel menerangkan bahwa penyelenggara muka berbeda dari ikhtisar dari ringkasan yang hanya menekankan ide utama dan disajikan pada tingkat yang sama abstrak dan generalisasi sebagai sisa material. Penyelenggara bertindak sebagai jembatan antara subsumption materi pembelajaran baru dan yang sudah ada ide-ide yang terkait.
         Teori ini mempunyai konsep dasar Belajar bermakna terjadi bila organisme mengasimilasikan pengetahuan yang dipelajarinya dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelunya.
IV.  Hubungan teori bermakna Ausubel dengan Konstruktivisme
         Menurut Ausubel, seseorang belajar denga mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
         Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.

C.                       Teori Belajar Skema
I.        Pengertian dan defenisi teori belajar skema
         Istilah “skema” sebenarnya bukan hal yang baru bagi kita. Kata ini sudah lama milik bahasa Indonesia (merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris ‘schema’). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘skema’merupakan padanan dari ‘bagan’, ‘rangka-rangka’, ‘rancangan’. Ada beberapa sumber yang menjelaskan pengertian skema ini. Keterangan yang cukup lengkap dikemukakan oleh Chaplin (1981) yang terdapat dalam Dictionary of Psychology. Chaplin mengemukakan empat macam keterangan tentang skema itu, ialah:
a.       skema sebagai suatu peta kognitif yang terdiri atas sejumlah ide yang tersusun rapi;
b.      skema sebagai kerangka referensi untuk merekam berbagai peristiwa atau data;
c.       skema sebagai suatu model;
d.      skema sebagai suatu kerangka referensi yang terdiri atas respons-respons yang pernah diberikan, kemudian menjadi standar bagi respons-respons selanjutnya.
Dalam kamus ‘A Dictionary of Reading’ (1981) dijelaskan tentang makna skema sebagai berikut.
v     Skema adalah suatu pemberian yag digeneralisasikan, suatu rencana atau struktur, seperti yang digunakan dalam kalimat “Skema proses membaca setiap orang boleh dikatakan tidak pernah sama”.
v     Skema adalah suatu sistem yang konseptual yang perlu untuk memahami sesuatu.
Contoh, skema tentang kebudayaan yang dimiliki oleh si A dapat menolong pemahamannya dalam bidang bahasa.
v     Skema adalah suatu cerita yang melahirkan kenyataan yang disimpan dalam pikiran, tetapi tidak ditransformasikan lewat pikiran (Piaget).
         Dari sejumlah pengertian skema di atas, kita dapat menangkap pengertian yang sederhana tentang skema itu, yakni sebagai latar belakang atau asosiasi-asosiasi yang dapat bangkit dan muncul/membayang kembali pada saat seseorang melihat atau membaca kata, frasa, atau kalimat. Dengan demikian, skema sangat membantu terhadap pemahaman sesuatu yang didengar atau dibaca. Banyak skema yang dapat kita miliki tentang objek-objek tertentu, misalnya tempat (sekolah, rumah, pasar, bioskop), berbagai kegiatan (sepak bola, pertunjukan sandiwara, pesta ulang tahun), tentang peranan (ayah, ibu, guru, kakak), tentang perasaan (kasih, benci, sayang, senang, bahagia). Waktu membaca atau mendengar kata “pantai”, pikiran kita mungkin akan mengasosiasikan atau menghubungkan konsep pantai itu dengan berbagai konsep lain yang dekat hubungannya dengan pantai, seperti gemuruh ombak, orang yang riang bermain-main dengan air laut, pohon nyiur yang indah melambai-lambai atau sinar lembayung saat matahari terbenam. Mungkin juga skema tentang pantai dapat berasosiasi denga rencana berikutnya untuk pergi ke pantai yang lebih mudah, berkemah di tepi pantai dan seterusnya. Dengan demikian, skema seseorang tidak akan sama dengan yang lainnya. Dengan kata lain, skema seseorang sangat bergantung pada pengalaman yang dimilikinya.
         Berdasarkan uraian di atas, bolehlah kita mengatakan bahwa skema adalah abstraksi pengalaman yang secara tetap mengalami pemantapan sesuai dengan informasi baru yang diperoleh. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman seseorang semakin bertambah pulalah penyempurnaan skemanya.
         Betaapa penting skema pada seorang pembaca/pelajar dalam membantu memahami suatu bacaan. Pemahaman terhadap isi bacaan bergantung pada kemampuan pembaca menghubungkan pengetahuan yang telah ada dengan informasi yang terdapat dalam teks sehingga terjadi interaksi antara pengetahuannya dengan informasi baru tersebut. Oleh karena itu, skema yang telah ada telah dipertahankan/dipelihara, diperkaya, dan dikembangkan untuk mencapai kesempurnaan. Pengembangan skema dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman sebanyak-banyaknya kepada anak-anak. Semakin banyak pengalaman mereka maka akan semakin bertambah pulalah penguasaan skemanya. Pengalaman tersebut dapat berupa kegiatan membaca atau kegiatan lain, seperti karya wisata, mengunjungi museum, kebun binatang, atau tempat-tempat lainnya.
II.    Hubungan teori skema dengan konstruktivisme
         Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar